Senin, 04 Oktober 2010

PG. TRANGKIL

PG Trangkil berdiri tahun 1835, sejak didirikan dengan kapasitas giling terpasang 800 tth. Tahun 1921 kapasitas giling dinaikkan menjadi 1.250 tth. Pada tahun 1974 s.d. 1977 diadakan Rehabilitasi, Perluasan dan Modernisasi (RPM) kapasitas giling menjadi 1.800 tth, tahun 1993 s.d. 1995 dilakukan Peremajaan Mesin sehingga kapasitas giling menjadi 3.200 tth. Hingga tahun 2004 PG Trangkil melakukan perbaikan dan penggantian mesin untuk meningkatkan kemantapan kinerja dan efisiensi pabrik dengan sasaran kapasitas giling 3.560 tth. Sejak tahun 2005 PG Trangkil melakukan Program Pengembangan PT Kebon Agung dengan sasaran kapasitas giling 4.500 tth.

Alamat Pabrik : ..
Desa : Trangkil
Kelurahan : -
Kecamatan : Trangkil
Kabupaten : Pati
Propinsi : Jawa Tengah
Kode Pos : 59102
Terletak : 75 km dari Ibukota Propinsi
11 km dari Ibukota Kabupaten

KOMPONEN UTAMA PABRIK

Jenis prosessing

Asal Negara

Rehab terakhir tahun

  1. Stasiun Ketelan
  2. Stasiun Gilingan
  3. Pemurnian Nira
  4. Stasiun Penguapan
  5. St. masakan/ Puteran

Jepang
USA
Indonesia
Indonesia
USA

2005
1977
2003
2003
2005

Senin, 20 September 2010

upaya meningkatkan rendemen tebu diwilayah tropika

Pendahuluan

Perjalanan kemasakan tebu dalam beberapa kondisi tertentu dapat mengalami kendala sehingga kandungan sukrosanya tidak mencapai sepenuh potensinya. Cuaca yang basah pada saat tanaman tebu mendekati umur panen, misalnya, dapat mengakibatkan tanaman gagal mencapai puncak kemasakan potensialnya.
Demikian pula intensitas penyinaran yang tidak maksimal akibat cuaca yang sering berawan selama periode pemasakan, seperti yang sering dialami oleh pertanaman tebu di wilayah tropika, dapat mengakibatkan pencapaian kadar gula atau rendemen yang relatif rendah.
Teknologi zat pemacu kemasakan tebu (ZPK, cane ripener) mulai diperkenalkan di pertengahan tahun 1970an, terutama di perkebunan-perkebunan di Hawaii, Florida, Lousiana, Afrika Selatan, dan Brasil.

Tujuan aplikasi ZPK adalah untuk memacu kemasakan tebu,khususnya di dalam situasi yang tidak ideal untuk berlangsungnya proses pemasakan secara alami.
Bahan kimia yang digunakan sebagai ZPK pada umumnya adalah sama dengan herbisida, namun diaplikasikan dalam dosis sub-letal (non-herbisidal). Glifosat dan turunannya merupakan bahan aktif yang paling banyak digunakan sebagai ZPK. Ada banyak formulasi dan nama produk yang dipasarkan untuk bahan aktif ini. Belakangan herbisida berbahan aktif fluasifop juga dilaporkan efektif, sementara etefon dan trineksapak merupakan senyawa-senyawa hormonal (zat pengatur tumbuh) bukan herbisida yang dilaporkan juga cocok digunakan sebagai ZPK.
Karena diaplikasikan pada tebu tua maka teknik aplikasi ZPK yang efektif adalah menggunakan pesawat terbang (aplikasi udara).Namun karena itu pula aplikasi ZPK memerlukan sejumlah persyaratan teknis yang harus dipenuhi, serta memerlukan suatu perencanaan yang cermat.


Pengalaman awal GMP

PT Gunung Madu Plantations (GMP) sudah mencoba menerapkan teknologi ZPK melalui aplikasi udara di awal 1980an, namun hasilnya diwaktu itu tidak terlalu jelas (inkonsisten). Berdasarkan pengamatan secara sampling memang terdapat kenaikan kadar gula atau rendemen yang memadai, tetapi dalam skala produksi perbaikan rendemen ini tidak dapat dirasakan.
Setelah beberapa musim menjalankan aplikasi udara ZPK dengan hasil demikian, GMP memutuskan untuk menghentikan upaya ini, terlebih lagi untuk menyediakan pesawat terbang beserta awaknya untuk tugas itu juga tidak mudah. Setelah kemudian didalami, disimpulkan ada beberapa hal penting yang mungkin mengakibatkan tidak jelasnya pengaruh ZPK di skala produksi diwaktu itu.
Hal-hal tersebut mencakup antara lain adanya keragaman respon varietas di kebun produksi, kondisi tanaman pada waktu itu yang relatif kurang mendukung munculnya respon yang positif (masih kuatnya gangguan hama dan penyakit, atau vigor tanaman yang tidak optimal),serta pelaksanaan aplikasi dan pemanenan yang tidak sinkron.
Berbekal pendalaman yang lebih baik terhadap teknologi ZPK serta mengambil pelajaran dari pelaksanaan aplikasi di tempat-tempat lain yang relatif berhasil, juga didorong oleh keinginan untuk meningkatkan produktivitas, maka GMP kembali mencoba menerapkan teknologi ini diawal 2000an, yang kemudian terus berlanjut hingga saat ini.
Dengan mengambil hikmah dari kelemahankelemahan di masa lalu maka pelaksanaan aplikasi udara ZPK diwaktu ini jauh lebih berhasil.


pesawat Pilatus Turbo Porter PC-6/B2-H2 sedang bersiap untuk tugas penyemprotan ZPK

Faktor-faktor kunci

Pada intinya ada empat hal yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu program aplikasi udara ZPK.

  1. Ada sinkronisasi antara saat aplikasi dengan saat pemanenan tebunya (4-6 minggu kemudian);
  2. Kualitas atau standar pelaksanaan aplikasi harus benar-benar terjaga;
  3. Kondisi tanaman yang diaplikasi cukup sehat;
  4. Aplikasi ZPK harus dilaksanakan secara masal agar dirasakan dampak positifnya pada skala produksi (apalagi untuk pabrik GMP yang harus dipasok lebih dari 12.000 ton tebu per hari).

kondisi cuaca (angin,suhu), keragaman antar varietas,dosis aplikasi yang tepat sangat menentukan bagi keberhasilan penyemprotan


Sisi kanan sudah disemprot ZPK, sisi kiri belumdisemprot

Dalam kondisi GMP, kenaikan rendemen di skala produksi dengan memenuhi semua persyaratan di atas dapat mencapai satu poin.
Perencanaan aplikasi ZPK dengan perencanaan panen harus jadi satu paket. Mengaplikasi ZPK berarti "mengikat" waktu panen, atau membuat jadwal panen tidak bisa lagi fleksibel. Suatu petak kebun yang sudah teraplikasi harus benar-benar dipanen 4-6 minggu kemudian, sesuai waktu-tunggu yang tepat bagi varietas dan ZPK yang digunakan. Dalam program aplikasi masal, waktu panen yang tidak sinkron atau bergeser dari saat yang direncanakan akan mengacaukan efektivitas keseluruhan program. Hal ini dapat berakibat kenaikan rendemennya tidak maksimal, bahkan dapat berdampak negatif kepada tanaman yang diaplikasi ataupun keprasannya.
Dalam hal ini organisasi dan pelaksanaan panenan harus dapat dikendalikan dan "dikuasai" sepenuhnya. Tanpa memenuhi prasyarat ini suatu program aplikasi ZPK tidak akan berhasil.
Kualitas atau standar pelaksanaan aplikasi yang tinggi dapat dipenuhi bila didukung oleh pengetahuan yang baik tentang teknik aplikasi dan faktor-faktor agronomis yang dapat memengaruhi aplikasi.

Kalibrasi terhadap sistem aplikasi pesawat harus dilakukan secara cermat sehingga ZPK teraplikasi secara merata dengan dosis yang tepat. Teknisi pesawat dan penerbang harus bekerjasama seerat mungkin dengan tim agronomis yang merancang program aplikasi. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi hasil aplikasi seperti kondisi cuaca (angin,suhu), keragaman antar varietas (sifat, produktivitas/bobot tebu), dosis aplikasi yang tepat, dan lain-lain, harus dikenali dan dikuasai.

Hasil yang maksimal diperoleh bila tanaman yang diaplikasi berada dalam kondisi kesehatan yang memenuhi syarat. Tanaman yang terserang hama atau penyakit, tercekam pertumbuhan nya karena gangguan gulma atau kekeringan,dan lain-lain, tidak akan dapat merespon ZPK dengan baik.

Skala aplikasi sangat menentukan kenaikan rendemen hasil aplikasi ZPK dalam skala produksi. Adanya campuran antara tebu yang diaplikasi dan tidak diaplikasi dalam pasokan tebu harian ke pabrik tentu memengaruhi hasil rendemen gabungan. Bila kenaikan rendemennya ingin dirasakan dan nyata, berdasarkan pengalaman GMP, pasokan tebu ke pabrik idealnya terdiri dari 85% (minimal) tebu teraplikasi ZPK.


Ground application?

Berdasarkan berbagai persyaratan di atas, aplikasi ZPK relatif lebih mudah dilaksanakan pada pertanaman tebu dengan sistem perkebunan yang luas dan masif ("perkebunan HGU"). Kebun-kebun tebu petani ("tebu rakyat") sebenarnya tetap berpeluang diperlakukan dengan ZPK asalkan jadwal pemanenannya dapat dikuasai dan dikendalikan dengan baik.
Untuk keperluan aplikasi secara manual (ground application) dibutuhkan suatu perangkat aplikasi yang tepat serta kebun tebu yang terpelihara rapi agar petugas aplikasi tetap dapat bekerja secara efektif dalam situasi tanaman tebu yang sudah tinggi/tua.

memantapkan produktivitas di sepanjang musim dan menjaga kesinambungan budidaya

Pendahuluan

PT Gunung Madu menaruh perhatian yang cukup serius dalam hal pengembangan varietas unggul mulai dari awal dibukanya perkebunan sampai dengan saat ini. Disadari sepenuhnya bahwa penggunaan varietas tebu unggul menjadi salah satu faktor penting di dalam upaya mempertahankan kelangsungan produkivitas gula secara berkelanjutan.
Tersedianya varietas unggul baru setiap saat menjadi keharusan yang tidak dapat ditawar mengingat masa pakai varietas unggul komersial di Gunung Madu pada umumnya hanya mampu bertahan sekitar 3–5 tahun sehingga diperlu-kan varietas unggul baru setiap saat untuk menggantikan varietas lama yang telah menurun tingkat produktivitasnya.
Penurunan produktivitas varietas unggul di Gunung Madu pada umumnya disebabkan oleh adanya perubahan kondisi yang tidak lagi direspon secara positif oleh varietas tersebut dan munculnya penyakit baru yang tidak terdeteksi sebelumnya.

Untuk tanaman tebu, faktor lingkungan memberi pengaruh yang cukup nyata terhadap tingkat produktivitas, sehingga meskipun varietas tersebut secara genetik unggul namun belum tentu memberikan tingkat produktivitas sesuai dengan potensinya apabila tidak didukung oleh kondisi lingkungan yang cocok. Oleh karena itu, didalam pengelolaan varietas diperlukan pemahaman tentang karakteristik masing-masing varietas dan interaksinya terhadap kondisi lingkungan tempat tumbuh.


Pengembangan varietas unggul

Sejak tahun 1994 kebutuhan varietas unggul dipenuhi dengan melakukan persilangan sendiri dengan memanfaatkan tetua– tetua yang ada di kebun koleksi. Klon–klon yang dihasilkan kemudian diseleksi secara bertahap dalam tiga tahapan seleksi yaitu

  • Tahapan Seleksi Semai
  • Uji Daya Hasil Pendahuluan
  • Uji Multilokasi pada kondisi lingkungan Gunung Madu

Tahapan seleksi sejak dari semai sampai dengan uji multilokasi dilakukan di Gunung Madu dengan harapan varietasvarietas yang terpilih memiliki daya adaptasi yang sudah teruji pada kondisi lingkungan setempat. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan seleksi dari mulai persilangan sampai dengan diperoleh varietas unggul kurang lebih 10 tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan pada tahapan seleksi menjadi salah satu faktor pembatas di dalam pemuliaan tanaman tebu.

Di dalam pelaksanaan persilangan seringkali dihadapkan pada kendala yang terkait dengan pembungaan tanaman tebu, karena secara alamiah tidak setiap tanaman tebu dapat berbunga, sementara persilangan hanya bisa dilakukan antar tetua yang berbunga dan terjadi secara bersamaan. Meskipun berbunga apabila pembungaannya tidak terjadi secara bersamaan maka tidak memungkinkan untuk dapat disilangkan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka pada tahun 2007 Gunung Madu membangun fasilitas bangsal pembungaan tebu yang berfungsi untuk membungakan varietas–varietas tebu yang secara alamiah tidak berbunga agar dapat berbunga, sehingga memperbesar peluang varietas–varietas potensial yang tidak berbunga agar dapat dijadikan tetua persilangan.


Fasilitas bangsal pembungaan tebu di RND

Dari Bangunan ini varietas unggulan dihasilkan


Sejak pertama kali dilakukan persilangan tahun 1994 hingga tahun 2008 telah dihasilkan beberapa klon unggul harapan yang sebagian telah ditanam sebagai tebu produksi, dan dua diantaranya telah mendapatkan sertifikasi sebagai varietas bina yang diberi nama GMP 1 dan GMP 2 hasil persilangan tahun 1997.
Kondisi lingkungan semacam ini merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman dan kurang mendukung proses kemasakan tebu secara alamiah.

Guna mengatasi masalah tersebut dilakukan berbagai upaya diantaranya dengan menanam varietas unggul yang mampu beradaptasi pada kondisi lingkungan setempat dan melakukan penataan varietas sesuai dengan karakter masing masing varietas.
Komposisi dan bulan tanam/bulan tebang untuk masing-masing varietas diatur sesuai dengan karakternya. Karakter yang dimaksud antara lain :

  • sifat kemasakan varietas,
  • daya adaptasi terhadap tekanan kondisi lingkungan,
  • sifat pembungaan,
  • sifat ketahanan terhadap hama penggerek pucuk,
  • dan daya ratun masing-masing varietas.

Dengan penataan ini setiap varietas akan mampu memberikan tingkat produktivitas yang optimal.
Musim tanam di Gunung Madu berlangsung dari bulan Juni sampai dengan Agustus bertepatan dengan bulan kering, sehingga diperlukan pemberian air melalui irigasi untuk mendukung perkecam-bahan tunas. Sementara musim tebang berlangsung dari bulan April sampai dengan Oktober/November. Karena musim tanam dimulai pada bulan Juni maka untuk tebangan awal (April-Mei) sebagian besar berasal dari tanaman ratoon.

Hal ini menyebabkan hasil tebu pada tebangan awal umumnya lebih rendah dibanding tebang tengahan terutama tebangan April.
Pada tebangan bulan Mei hasil tebu mulai meningkat karena sebagian tanaman Juni sudah mulai dipanen pada bulan Mei. Tebangan Juni-Agustus umumnya memberikan hasil tebu yang tinggi, sementara tebangan September-Oktober/November cenderung menurun.
Hal ini tidak terlepas dari pengaruh tekanan musim kering dan serangan hama penggerek di akhir musim. Di awal musim tebang, umumnya curah hujan masih cukup tinggi sehingga kurang mendukung berlangsungnya proses kemasakan tebu. Oleh karena itu, diperlukan varietas-varietas yang berpotensi rendemen tinggi atau varietas berbunga untuk mendukung perolehan hasil gula. Tebang tengahan yang jatuh pada musim kering sangat mendukung berlangsungnya proses kemasakan tebu sehingga umumnya mampu memberikan rendemen yang tinggi, namun demikian kurang mendukung pemenuhan kebutuhan air tanaman.
Oleh karena itu, diperlukan varietas varietas yang toleran terhadap kondisi kekurangan air. Untuk tebangan akhir dibutuhkan varietas yang mempunyai ketahanan terhadap kekeringan dan serangan hama penggerek yang biasanya meningkat di akhir musim

Pemilihan varietas yang tepat merupakan tindakan yang selalu mendapatkan perhatian di dalam pengelolaan varietas untuk mengoptimalkan tingkat produktivitas gula terkait tekanan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan bagi berlangsungnya proses kemasakan tebu dan pemenuhan kebutuhan air tanaman. ***

mengawal pasokan tebu berkualitas ke pabrik

Cara tebang dan angkut tebu di Gunung Madu ada tiga sistem, yakni sistem tebu ikat, tebu urai, dan tebu potong. Tiga sistem tersebut dikembangkan karena terkait dengan bentuk wilayah kebun yang memanjang (± 85 km), jumlahnya tebu yang digiling per hari (11.00–14.00 ton) dan upaya meminimalkan pemampatan tanah akibat penggunaaan kendaraan angkutan tebu.


Tebu ikat (Bundle Cane)
Pangkal batang tebu ditebang rata dengan permukaan tanah menggunakan golok, demikian juga pucuknya pada ruas terakhir. Lebih kurang 30 batang tebu diikat di sekitar bagian pangkal dan ujungnya dengan tali bambu atau kulit tebu. Sebelum tahun 2002, tali pengikat menggunakan empat daun pucuk tebu, cara ini membawa sampah ke pabrik sampai sebesar 8%. Namun setelah menggunakan tali bambu sampah yang terbawa ke pabrik dapat ditekan menjadi hanya sebesar 2,87 %. Tebu yang sudah terikat dimuat ke atas truk menggunakan tenaga manusia, kemudian diangkut ke pabrik. Kontribusi sistim ini mencapai 55-60 % dari total pasokan tebu per hari (11.000-14.000 ton). Kecukupan tenaga dan sarana angkutan berperan penting dalam menjaga kontinuitas pasokan tebu ke pabrik. Pembayaran bagi para penebang didasarkan kepada bobot tebu yang sudah ditimbang di pabrik.

Rata-rata setiap orang mampu menebang 2-3 ton per hari. Untuk truk dengan bak terbuka, muatan-nya dibongkar menggunakan cane stacker, sedangkan truk dengan bak kotak (box truck) dibongkar menggunakan tipper.

Tebu urai (Loose Cane)
Pangkal batang tebu ditebang rata dengan permukaan tanah menggunaan golok dan dipotong bagian pucuknya pada ruas terakhir, selanjutnya tanpa diikat tebu ditumpuk sehingga membentuk onggokan sebesar cakupan mesin pemuat (grab loader). Gunung Madu memiliki alat ini sebanyak 15 unit. Perhitungan untuk pemba-yaran kepada para penebang didasarkan pada luasan area yang telah ditebang.

Pada kebun yang berjarak relatif dekat dengan pabrik, sarana angkutannya menggunakan trailer gandeng 1-2 yang ditarik traktor, sedang bagi kebun yang jaraknya jauh menggunakan truk berdaya besar (head truck) yang menarik trailer gandeng 4 yang dilengkapi dengan tali pengikat dari karet ban bekas. Seksi yang bertanggung jawab di bagian ini disebut Cane Transports. Sebelum dimuat ke dalam trailer besar, tebu dimuat dengan mesin pemuat di dalam petak ke dalam trailer kecil (infield trailer), trailer ini menggunakan ban lebar, untuk mengurangi pemampatan tanah. Selanjutnya di terminal muat (transloading area,) tebu dipindahkan ke trailer besar dan panjang menggunakan mesin pemuat yang disebut grapple excavator. Di pabrik, tebu ini dibongkar dengan menggunakan gantry dan electric crane.

Tebu potong (Chopped Cane)
Tebu dipotong-potong sepanjang ± 25cm, menggunakan mesin potong (sugarcane harvester). Mesin bekerja di setiap petak mulai dari baris tanaman paling tepi, disampingnya diikuti box truck dan dipastikan bahwa potongan tebu yang keluar dari cerobong mesin potong jatuh tepat di dalam bak truk. Pekerjaan ini dilakukan sampai ujung petak selanjutnya pindah ke baris tanaman berikutnya sampai bak truk penuh.
Demikian seterusnya sampai dengan petak selesai. Sistem ini hanya dioperasikan manakala jumlah tenaga tebang menurun yaitu pada bulan Agustus dan Hari Raya Idul Fitri.
Kontribusi pengiriman tebu dengan sistem tebu potong sebesar 5% dari total tebu selama satu musim.

Harvester chopped cane


STANDAR KINERJA PEMANENAN

PARAMETER SATUAN NILAI MAKSIMAL
Tebu Tertinggal ton/ha 1,00
Kotoran % 5,00
Kesegaran tebu dikirim
<> % 25,00
24 - 48 setelah bakar % 60,00
48 - 72 setelah bakar % 15,00
> 72 setelah bakar % 0,00

KOMPOSISI PASOKAN TEBU DAN ALAT ANGKUT

Asal Tebu

Jumlah Tebu (Ton)

Jumlah Tenaga Alat Angkut (unit)
Truk Traktor Grab Loader Heavy Duty Truck
A. GMP
- Bundle Cane 6.000 2.500 275 - - -
- Loose Cane Barat 2.700 950 - 26 6 -
- Loose Cane Timur 2.800 850 28 10 7 12
B. Luar GMP
- Kemitraan 2.000 1.500 200 - - -

Tebu siap giling

Pengaturan antrian yang tertib di area pembongkaran akan memudahkan pencapaian kuota pasokan tebu per hari. Sarana angkutan diatur dalam antrian yang masing-masing secara spesifik diarahkan sesuai dengan tipe alat bongkarnya.
Semua sistem tebang angkut ini memiliki standar kualitas yang harus dipenuhi. Secara umum syarat bakunya adalah : tebu tertinggal di kebun tidak boleh melebihi 1 ton per ha, seresah yang terangkut ke pabrik tidak boleh melebihi 5% dan tebu harus sudah dikirim ke pabrik kurang dari 2 x 24 jam.

Menuju Pabrik

mempertahankan produktivitas dan efisiensi produksi tanaman

Pemeliharaan tanaman secara umum mencakup segala kegiatan yang berkaitan dengan upaya menjaga kelangsungan hidup tanaman agar tetap hidup sehat dan memiliki produktivitas tinggi. Kegiatan yang dikerjakan pada pemeliharaan tanaman dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia maupun tenaga mesin pertanian. Pekerjaan pemeliharaan tanaman yang menggunakan tenaga manusia adalah sulam (replacement) dan pengendalian gulma pasca tumbuh. Sulam bertujuan memperbaiki populasi tanaman.

Pemeliharaan tanaman menggunakan alsintan atau kultivasi bertujuan menyiapkan kondisi tanah agar memungkinkan terjadinya perkembangan akar yang baik dan mendukung pertumbuhan tanaman. Namun juga disadari bahwa kultivasi yang kurang tepat dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap sifat fisik tanah, yaitu terjadi pemam-patan tanah, dan tingginya biaya produksi.

Terjadinya lapisan kedap air akibat pemampatan tanah dapat mengakibatkan berkurangnya volume perakaran dan berdampak pada pekanya tanaman terhadap kekeringan. Upaya mengurangi pemampatan tanah dilakukan dengan

  1. Mengurangi frekuensi alsintan yang masuk ke dalam petak kebun,
  2. Menghindari alsintan masuk kebun ketikakelembaban tanah melebihi kapasitas lapang,
  3. Merakit implemen multi fungsi,
  4. Meningkatkan kedalaman kerja implemen. Lebih dari 450 unit alsintan dimiliki oleh Gunung Madu Plantations.

No.KegiatanImplemenAlat MesinKedalaman KerjaHasil Kerja / ha tanaman
1.PemupukanFertilizer applicator+tyneTraktor 2-WD/4-WD(86-100HP) 0,5 - 0,7 ha/jam
2.Riper (Big Ripper)Gard ripper 2 mataTraktor 4-WD(140HP)40-50cm0,8 ha/jam
3.Pengendalian gulmaBoom sprayerTraktor 2-WD/4-WD(86-100HP) 1,6 ha/jam

Alsintan ini dikelola secara desentralisasi, agar memudahkan koordinasi dalam bekerja, meningkatkan efisiensi waktu dan ketepatan waku kerja. Periode pemeliharaan tanaman akan berakhir seluruhnya setelah tanaman berumur 3 bulan.
Kultivasi pertama yang dilakukan adalah pemupukan, pada tanaman plantcane dilakukan setelah tanaman berumur 2,5 bulan, sedangkan pada tanaman ratoon dilakukan segera setelah batang-batang tebu yang telah di tebang selesai diangkut dari petak bersangkutan. Kecuali untuk keperluan memupuk, implement dipadukan dengan alat penggembur tanah di sekitar alur antara baris tanaman atau bahkan dipadu dengan ripper. Untuk implement yang tanpa ripper digunakan traktor penarik four-wheel drive. Kemampuan kerja alat 0,70 ha per jam.
Pada tanaman ratoon apabila waktu memupuk implemen tidak dilengkapi ripper, setelah pemupukan dilakukan pendangiran-dalam dengan alat big ripper, yaitu implement yang ditarik dengan traktor medium dan memiliki kemampuan kerja 1,00 ha per jam.
Tiga hari setelah pendangiran, tanah diperkirakan sudah mapan dan dapat dilakukan penyemprotan herbisida pra-tumbuh.Pekerjaan ini memerlukan persyaratan yang tidak boleh diabaikan, yakni kelembaban tanah mendekati kapasitas lapang dan kecepatan angin kurang dari 2 knot per jam. Alat ini memiliki kemampuan kerja 1,6 ha per jam.

pengelolaan potensi alam dan pelaksanaan sistem irigasi-bantu

Produktivitas tebu lahan kering sangat dipengaruhi oleh jumlah dan distribusi curah hujan setiap tahun. Di Lampung, periode musim kering panjang terjadi setiap 3-5 tahun, hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas tebu pada musim kering panjang tersebut. Pada periode kering, bulan-bulan kering berlangsung selama 4–5 bulan yang menye-babkan tanaman tebu menderita akibat kekurangan air. Dampak penurunan produktivitas dari musim kering tersebut berlangsung sampai tahun berikutnya.

Salah satu langkah yang ditempuh untuk menekan laju penurunan produktivitas di musim kering adalah dengan memberikan air melalui irigasi. Langkah ini diikuti oleh penambahan jumlah alat irigasi yang cukup dan pemilihan teknik aplikasi irigasi yang tepat

serta pelestarian sumberdaya air melalui peningkatan kapasitas tandon air. Salah satu langkah yang ditempuh untuk menekan laju penurunan produktivitas di musim kering adalah dengan memberikan air melalui irigasi. Langkah ini diikuti oleh penambahan jumlah alat irigasi yang cukup dan pemilihan teknik aplikasi irigasi yang tepat serta pelestarian sumberdaya air melalui peningkatan kapasitas tandon air.

Di Gunung Madu , sistem irigasi yang digunakan adalah sprinkler irrigation systems yang sesuai dengan kondisi lahan dan ketersediaan air yang ada. Irigasi yang diterapkan tersebut bersifat supplementary irrigation dengan sasaran aplikasi pada fase perkecambahan bibit tebu dan fase kritis pertumbuhan vegetatif tanaman di bulan–bulan kering.

Pada tanaman plantcane yang penanamannya dilakukan di bulan kering, irigasi diberikan pada saat tanam dan diulang setelah pemupukan susulan. Sedangkan pada tanaman ratoon, irigasi dilakukan setelah pemupukan tunggal atau setelah kultivasi yang biasanya menggunakan ripper.

Tipe Sprinkler irrigation yang ada di Gunung Madu adalah portable gun dan travelling gun. Penggunaan masing–masing tipe tersebut didasarkan pada sasaran aplikasi dengan mempertimbangkan kerataan curah yang banyak dipengaruhi oleh kecepatan angin pada saat operasi. Pada tanaman plantcane digunakan travelling gun dimana kecepatan pergerakan sprinkler gun dapat diatur sesuai keperluan. Alat ini dioperasikan pada malam hari saat angin cukup tenang dan penguapan air rendah.

Sedangkan pada tanaman ratoon dimana resiko gagal berkecambah lebih kecil dibandingkan tanaman plantcane, maka cukup digunakan portable gun, dengan curah air yang membentuk lingkaran dan dapat dipindah-pindahkan secara manual setiap 2–3 jam sekali pada titik-titik yang telah ditentukan.

Oleh karena ketersediaan air terbatas, maka pemberian air irigasi harus diprediksi sesuai dengan kebutuhan tanaman. Penentuan kebutuhan air untuk irigasi didasarkan pada kondisi lengas tanah dan data iklim harian yang meliputi curah hujan dan evapotranspirasi. Jumlah air yang diperoleh berdasarkan perhitungan tersebut dikombi-nasikan dengan volume sumber air yang tersedia sehingga aplikasi irigasi diharapkan dapat dilakukan tepat jumlah dan sasaran aplikasi.

Pelestarian sumberdaya air dilakukan secara terus-menerus untuk menjamin ketersediaan air irigasi saat musim kering berlangsung. Ada dua langkah yang ditempuh untuk memelihara sumber–sumber air, meliputi rehabilitasi tandon air dan penghijauan ditepi tandon air.

Rehabilitasi tandon air selain meningkatkan kapasitas tampungnya juga mendapatkan tambahan areal karena bentuk tandon air alami yang semula tidak beraturan menjadi beraturan. Areal tambahan ini dapat dimanfaatkan untuk tanaman penghijauan. Tanaman penghijaun diharapkan mampu menciptakan iklim mikro yang sedemikian rupa sehingga evaporasi air di tandon air dapat diperkecil. Dengan demikian kehilangan air akibat evaporasi tidak terlalu besar.
Kendala yang dihadapi dalam upaya meningkatkan kapasitas tandon air adalah biaya yang mahal dan operasi yang sering terganggu oleh cuaca.

Tandon air setiap tahun ditumbuhi berbagai macam gulma air yang sangat lebat dan mempercepat pendangkalan bagian dasarnya. Selama ini belum ditemukan teknik pengendalian gulma air yang efektif.

membangun lingkungan pertumbuhan terbaik dengan berlandaskan asas konservasi

Ketika Gunung Madu Plantations memulai usahanya, lahan asal yang dihadapi berupa padang alang-alang dan hutan sekunder dengan vegetasi yang tipis. Hal ini memberikan informasi bahwa lahan telah mengalami proses degradasi awal. Gunung Madu Plantations menghendaki agar tanah dengan kondisi demikian dapat dimanfaatkan untuk mendukung perkebunan tebu yang sehat dan produktif, maka tanah tersebut harus dikelola dengan tepat dan bijaksana.
Di dalam mengolah tanah Gunung Madu berpegang pada konsep pokok pengelolaan tanah yaitu

  1. Memperbaiki kemampuan tanah menyimpan dan menyediakan hara,
  2. Memper-besar volume perakaran,
  3. Pelestarian (konservasi). Sudah merupakan komitmen bersama bahwa sebagai upaya menambah bahan organik dalam tanah, maka setiap tahun setidaknya ada 3500 ha kebun harus diaplikasi limbah padat pabrik yang berupa blotong, bagasse, dan abu (BBA) serta melakukan rotasi dengan tanaman benguk (Mucuna sp). BBA dapat diaplikasikan secara langsung setelah dilakukan pencampuran di terminal BBA dengan perbanding-an tertentu atau dapat juga diaplikasikan setelah melalui proses ‘pengomposan’. Dosis BBA yang tidak dikomposkan 80 ton/ha sedangkan yang sudah menjadi kompos 40 ton/ha. Aplikasi BBA dilakukan setelah olah tanah I.
Di awal pembukaan perkebunan ini paket pengolahan tanah sangat sederhana dengan menggunakan traktor berdaya rendah (86 HP), kemampuan kerjanyapun juga rendah ± 0,30 ha per jam (bajak piringan). Perkembangan selanjutnya menjadi komplek dan menggunakan traktor berdaya besar (140 HP), hasil kerjanya dapat mencapai kedalaman olah ± 25cm dan kemampuan kerjanya mencapai 1,00 ha per jam (Bajak-garu piringan). Frekuensi alat memasuki kebunpun semakin sering.
Paket tersebut memberikan dampak pemampatan tanah cukup tinggi dan menimbulkan akibat yang nyata.

Sadar dengan pelestarian tanah dan sebagai upaya mengurangi frekuensi lintasan alsintan di dalam petak, paket pengolahan tanah selanjutnya disederhanakan dan merakit implemen multifungsi, sedangkan untuk memecah lapisan kedap air dan membalikkan tanah dilakukan pengolahan tanah menggunakan bajak singkal yang kedalaman kerjanya dapat mencapai ± 35cm, kemampuan kerja mencapai 0,5 ha per jam atau menggunakan “big ripper” yang kedalaman kerjanya mencapai 50 cm dengan kemampuan kerja 0,4 ha per jam (traktor 140 HP), bahkan upaya untuk mengurangi pemampatan tanah sampai pada titik minimal, sudah dipikirkan dan dicoba pengolahan tanah sistem zonal.
Hal ini cukup beralasan karena menggunakan plowing harrow dapat mengurangi 60% biaya dibandingkan menggunakan bajak singkal. Perlakuan pengolahan tanah dalam meng-gunakan subsoiler atau big ripper dapat memperbaiki kondisi tanah. Kecuali hal tersebut di atas, rancang bangun implemen, perubahan jarak tanam dan penanaman ‘green manure’ juga mampu mengurangi terjadinya ‘compaction’.
Paket pengolahan sederhana yang diterapkan saat ini adalah Olah tanah I yang berfungsi mencacah tunggul tebu, memecah dan membalikkan tanah. Implemen yang digunakan adalah disc plough, berdiameter 32 inci (traktor penarik berdaya 86-100 HP) atau ‘disc plough harrow’ berdiameter 28 inci atau 32 inci (traktor penarik berdaya 140 HP), atau berdiameter 36 inci (traktor penarik berdaya 290 HP).

No.KegiatanImplemenAlat MesinKedalaman KerjaHasil Kerja
1 Olah Tanah I Bajak piringan, 3 piringan 0 28" Traktor 2-WD/4-WD (86-100 HP) 20 cm 0,3 ha/jam
Bajak-garu piringan 0 28" Traktor 4-WD (140 HP) 20 cm 1,0 ha/jam
Bajak-garu piringan 0 32" Traktor 4-WD (140 HP) 25 cm 0,8 ha/jam
Bajak-garu mpiringan 0 36" Traktor (290 HP) 30 cm 1,0 ha/jam
2 Levelling
Bulldozer
20 x 100 m2/jam
3 Olah Tanah II Bajak-garu piringan 0 28" Traktor 4-WD (140 HP) 20 cm 1,3 ha/jam
Bajak-garu piringan 0 32" Traktor 4-WD (140 HP) 25 cm 0,9 ha/jam
4 Olah Tanam III Bajak Singkal Traktor 4-WD (140 HP) 30 - 35 cm 0,4 - 0,5 ha/jam
Ripper (big ripper) 2 mata Traktor 4-WD (140 HP) 40 - 45 cm 0,4 ha/jam
5 Kairan Ridger-pupuk 4 alur tanaman Traktor 4-WD (140 HP)
0,8 ha/jam

Selanjutnya untuk menghaluskan tanah dan sekaligus untuk menyacah ulang tunggul tebu, tanah diolah seperti olah tanah I dengan implemen dan traktor penarik yang sama, tetapi arah kerjanya tegak lurus dengan olah tanah I. Kemampuan kerja mencapai 1,00 ha per jam.

Untuk mendapatkan tanah yang mampu mendukung perkembang-an akar tanaman, membalikkan tanah bawahan ke atas dan sekaligus memecahkan lapisan kedap air maka langkah selanjut-nya adalah mengolah tanah dengan menggunakan bajak singkal atau dapat pula ‘big ripper’.

Lahan sudah remah dan diharapkan tunggul tebu lama tidak akan tumbuh lagi, selanjut-nya dibuat alur tempat tanaman. Sebagai langkah bijaksana untuk mengurangi frekuensi lintasan traktor di dalam kebun, implemen pembuat alur tanaman dibuat sekali kerja, sekaligus mengerjakan pemupukan dasar. Kemampuan kerja alat ini rata-rata 0,80 ha per jam.